Part 2
Diperjalanan ini
yang akupun tak tahu berapa kilo meter jarak yang harus ditempuh menuju tempat
baru ku, sekolah baru itu. Aku hanya bisa merasakan hembusan angin yang terasa
semakin sepoi-sepoi ketika ku membuka kaca jendela mobil. Rasanya sudah hampir berjam-jam bahkan ber
mil-mil perjalanan yang ditempuh tapi sejauh ini aku tidak begitu menikmati
perjalanan ini, sebenarnya. Bahkan untuk tertidur disepanjang perjalanan saja
sulit bagiku. Kembali terngiang dibenakku tentang cerita masa kecilku tepatnya
16 tahun silam, saat aku berumur 1 tahun aku masih menjadi seorang bayi
perempuan yang mungil dan menggemaskan, begitu lah cerita yang ku dengar dari
mamah, mamah bercerita mengenai diriku ketika aku sudah berumur 15 tahun,
karena aku dianggap sudah remaja dan memang harus mulai mengetahui asal usul
diriku sendiri. Aku mulai mendengarkan mamah bercerita kala itu, bahwa
sebenarnya aku mengalami penyakit tuna netra ini bukan karena bawaan sejak
lahir namun kala itu kondisi tubuhku melemah dan aku harus segera dilarikan
kerumah sakit. Badanku panas, tubuh ku kaku, ter-engah-engah ketika bernafas
bahkan tidak jarang aku mengalami kejang-kejang sampai mulutku berbusa. Aku
segera dibawa keruang UGD rumah sakit dan melewati proses pemeriksaan setelah
itu aku dilarikan ke ruang ICU tubuh kecilku yang lucu berubah menjadi bayi
yang kaku dan mengerikan badan ku membiru bahkan hampir divonis bahwa aku tidak
akan bisa bertahan lama. Tubuhku harus banyak dipasangi selang-selang infus,
dan juga kulit mulusku harus rela ditusuk-tusuk jarum suntik. Inilah awal cobaan
yang dialami oleh kedua orang tuaku. Aku hanya bisa mengelus dada ketika
mendengarkan cerita riwayat hidupku. Selanjutnya, aku bertanya kepada mamah “lalu
sebenarnya keyla sakit apa mah?” “maafkan mamah sayang, karena tidak bisa
menjaga dan merawatmu dengan baik sehingga kejadian malang ini menimpa keyla,
”. terdengar suara hembusan nafas mamah sebelum melanjutkan cerita nya.
“nak, mamah tau keyla anak yang
kuat dan hebat nantinya, mamah yakin. Karena walau bagaimanapun mamah akan
selalu ada untuk keyla, mamah akan selalu menjaga dan merawat keyla ini upaya
mamah untuk menebus kesalahan mamah ke keyla pada masa lalu”.
“sudahlah mah, mamah tidak boleh
menyalahkan diri sendiri karena ini bukan lah kesalahan mamah tapi Tuhan lah
yang berkehendak, yah memang ini sudah
Takdir untuk keyla mah”. Aku berusaha berkata setegar mungkin agar mamah tahu
bahwa aku memang seorang Keyla yang kuat.
“makasih sayang, masih bisa
mengerti dan selalu tetap menjadi anak mamah”. Akupun dipeluk mamah
“lalu kala itu keyla sakit apa
mah?”
“keyla terkena step, karena
demam yang terlalu tinggi. Mamah panic seketika, bingung. Akhirnya mamah sama
papah membawa keyla ke rumah sakit nan jaranknya sangat jauh kala itu. Setiba
nya dirumah sakit keyla bisa disembuhkan
hanya saja keyla tidak bisa melihat walaupun mata keyla terbuka. Ada saraf –
saraf otot yang menegang kala itu dan mengalami kontraksi hebat sehingga
mengalami kebutaan. Mendengarkan hal itu mamah syok hamper bertahun-tahun
rasanya mamah gak bisa menerima keadaan ini, terlebih papah mu key. Namun mamah
berusaha untuk bangkit dan berdiri untuk memperbaiki keadaan walaupun tidakkan
bisa kembali normal seperti semula setidaknya mamah selalu berada di samping
keyla apapun yang terjadi, itulah prinsip mamah.”
Andai saja aku tidak
mengalami kejadian buruk 16 tahun yang lalu mungkin saja saat ini aku sudah
bisa melakukan banyak hal yang bisa membuat papah sama mamah bangga. Namun
sayangnya takdirku berkata lain. Inilah nasibku dan aku hanya bisa pasrah.
Tidak lama setelah
melalui perjalanan panjang, akhirnya aku sampai diyayasan (sekolah) yang
dituju. Aku menuju yayasan yang letaknya
sangat lah jauh dari kediaman kedua orang tua ku, supir papah yang
mengantarkanku bercerita hampir 5 jam
lamanya jarak tempuh diperjalanan. Didalam yayasan sekolah luar biasa ini aku
akan bertemu dengan banyak teman yang memiliki nasib sama seperti aku, yaitu
tuna netra. Yayaan khusus yang hanya akan mendidik penyandang tuna netra.
Sesampai disana aku digiring oleh supir untuk turun dari mobil. Saat sampai
diteras, aku disambut oleh seorang pimpinan yayasan tersebut, aku mendengar
suaranya merdu sekali aku bisa menebak bahwa ibu pimpinan ini sangat cantik dan
ramah. Aku berharap aku bisa bertahan dilingkungan baru ku ini.
“key, kenalin nama ibu, ibu Widya. Ibu sudah lama
sekali berteman dengan mamah papah keyla. Kami teman akrab sejak smp hingga
keperguruan tinggi kami masih selalu bersama-sama.” Ibu widya itu mulai
bercerita
“keyla tidak perlu khawatirkan
apapun disini, anggap saja seperti rumah keyla sendiri. Karena sebelumnya papah
keyla ada kesini dan sudah menceritakan semuanya tentang keyla ke ibu, jadi ibu
sudah banyak tau tentang keyla.”
“terima kasih ya bu, mau
menerima keyla masuk diyayasan ini.”
“keyla, kamu juga memiliki
kepribadian yang lembut. Sehingga tidak akan sulit untuk keyla bisa bergaul
dengan teman-teman yang lain nantinya.”
“iya bu, keyla akan berusaha
yang terbaik untuk segalanya”.
Setelah beberapa
lama ngobrol ini dan itu bersama ibu widya akhirnya aku diajak menuju ruang kamar
ku. Aku bisa merasakan bahwa aku telah melewati lorong-lorong panjang mulai
ruang tamu menuju kamar asrama tersebut. Setiba dikamar, aku disambut oleh
beberapa teman sekamarku yang aku pun tidak tahu seperti apa keadaan mereka.
Aku sekamar dengan 5 anak gadis yang memiliki resiko kebutaan seperti aku, yang artinya buta total namun
bukan berarti gelap total. Mata kanan aku sendiri yang mengalami kebutaan total
justru “melihat” campuran berbagai warna secara tak teratur, warna yang aku
tidak pernah mengerti. Ibu widya memperkenalkan aku kepada ke 5 teman sekamar
tersebut. Ibu widya pun menjelaskan banyak hal tentang kondisi mereka kepadaku,
dan setelah ini nantinya kami akan dibimbing oleh seorang tutor khusus yang
akan banyak memberikan banyak pengalaman dan pelajaran berharga. Begitulah
menurut cerita ibu widya. Aku sambil mengangguk faham setelah mendengarkan
penjelasan tersebut. Akhirnya aku sadar untuk apa aku berputus asa karena masih
ada (banyak) orang lain yang memiliki kondisi yang kurang normal seperti aku
namun mereka tetap kekeh dan semangat terus berjuang untuk berprestasi layaknya
orang-orang normal diluar sana.
Memasuki hari
pertamaku dikelas baru, aku diminta oleh tutor baru ku tuk memperkenalkan diri
kepada teman-teman sekelasku. Tutor itu bernama mr. heru, beliau termasuk tutor
yang ahli dalam mendidik dan mendisiplinkan anak-anak tuna netra yang memiliki
multi karakter didalam kelas. Aku mulai mengikuti pelajaran seperti metede
ceramah, metode diskusi, metode sorogan, metode bandongan, dan metode
drill. Segala macam pelajaran khusus
untuk penyandang tuna netra yang ada diyayasan tersebut selalu ku ikuti dengan
seksama.
Jelang beberapa
minggu lamanya aku di asrama, aku tetap tidak pernah melupakan kebiasaan ku
sewaktu dirumah dulu, ketika sore hari tiba aku akan ketaman untuk
berkomunikasi kepada Tuhan melalui balon-balonku. Aku meminta kepada seorang
pengasuh untuk mengantarkan ku menuju taman yang ada disekitaran yayasan.
Akupun diantarkan menuju tempat tersebut, menurut pengasuh itu aku berada
dihalaman samping asrama yang luas dan ada banyak kebun bunga dan udaranya pun
sejuk, yah tidak salah lagi keterangan pengasuh tersebut aku bisa merasakan
kesejukan nya. Rutin bahkan hampir berkali-kali hal ini ku lakukan ketika waktu
sore yang senggang untuk duduk ditaman tersebut. Bahkan pada akhirnya aku mulai
mengenal lingkungan itu tanpa harus diantarkan oleh pengasuh lagi.
Pada suatu sore saat
aku berada dikitaran taman, aku
mendengar ada suara seorang lelaki paruh baya menyapaku dan duduk disamping
kiri ku. “keyla, mr ingin mengiringi kesejukan ini dengan alunan melodi biola
semoga keyla bisa menikmati alunan classic nya”.
Seperti nya aku
tidak salah kali ini, pasti itu mr. Heru yang saat ini bersama ku, karena aku
sudah hafal betul dengan nada suara nya. Benar adanya, aku sangat menikmati
alunan demi alunan lantunan classic biola yang dimainkan oleh mr, heru. Sungguh
membawa ketenangan dan kedamaian. Aku tak tahu mengapa mr. heru datang
menyapaku dan melantunkan music merdu itu untukku, karena menurutku tidak
sepantasnya aku diberi hadiah seperti ini. bagiku ini sebuah hadiah terindah
yang baru ku dengarkan special untukku, yah baru kali ini ada yang ingin
menemani ku dengan lantunan-lantunan indah seperti itu. Tak banyak kata yang terucap, music itu pun
dihentikan oleh mr. heru dikarenakan ada suara dari keajuhan yang menyapa
beliau, yaitu ibu widya yang memiliki semacam urusan yang harus dibahas
jauh-jauh dari taman itu. Mr heru hanya mengucapkan “mr tinggal dulu ya key”.
Hanya itu yang ku dengar, walaupun hanya sekejap aku sudah merasa lebih nyaman
hingga membuatku bahagia.
Setelah jelang
beberapa hari, lantunan demi lantunan yang dimainkan oleh mr. heru tak lagi
asing ku dengar bahkan pada suatu hari aku meminta mr heru untuk mengajarkan ku
bermain biola, aku bermimpi bisa memainkan biola dengan merdu didepan papah.
keesokan harinya pun aku mulai banyak berlatih untuk bermain biola, aku
diajarkan bagaimana menyentuh dan memegang biola tersebut, aku mulai belajar
nada demi nada. Memang bukan perihal yang mudah terlebih untuk seorang yang
tidak memiliki penglihatan seperti aku tetapi itu semua bukanlah penghalang
bagiku untuk terus berjuang hingga mampu meraih yang ku inginkan, inilah dunia
ku sekarang, lebih berwarna. Hari demi hari hingga setahun lamanya aku tinggal
di yayasan ini, pelan-pelan mulai mengubahku menjadi pribadi yang lebih tangguh
dan berkarakter. Bahkan aku lebih betah
tinggal diasrama tersebut, lingkungan yang selalu memberikan kedamaian untukku.
Baru saja aku
terbangun dari tidurku, aku langsung disapa oleh ibu widya yang mungkin sudah
duduk atau berdiri disampingku, entahlah aku tidak mengetahui posisi seperti
apa beliau saat itu, aku hanya mendengar suaranya saja. Ibu widya mengatakan
bahwa diruang tamu ada papah sama mamah, aku bahagia sekali mendengar kabar itu
hingga membuatku lupa untuk ke kamar mandi cuci muka dan gosok gigi seperti
biasa yang kulakukan ketika bangun tidur. Namun aku diingatkan oleh ibu widya
untuk cuci muka dan lai-lainnya baru boleh menemui kedua orang tua ku.
Aku buru-buru
bergegas sambil membawa tongkat ditanganku untuk menemui mereka, papah sama mamah. Sungguh aku sangat
merindukan mereka walaupun aku tahu agak asingnya untukku bisa mendekap dan
memeluk erat papah. Memang selama ini bahkan aku lupa kapan terakhir kalinya
aku dipeluk papah karena memang hal itu jarang bahkan tidak pernah terjadi. Aku
menangis bahagia didekapan mamah, begitu pun mamah. Hampir setahun rasanya aku
tidak pernah merasakan kehangatan dalam dekapan mamah lagi, sementara aku hanya
berjabat tangan dan mencium tangan papah tak lebih dari itu. Aku mulai
bercerita banyak hal kepada mamah dan papah. aku mulai diuji papah menanyakan
banyak hal kepadaku, aku pelan-pelan menjawab pertanyaan demi pertanyaannya,
hingga akhirnya kami disapa dan dihampiri mr. heru.
“maaf bapak ibu sebelumnya ini sudah saatnya
untuk keyla perform menampilkan permainan clasicnya.”
“wah benarkah?”
mamah takjub mendengarkan kata-kata itu
“iya mah hari ini
aku akan menampilkan permainan biolaku, dan sekaligus kehadiran mamah sama
papah pula lah yang menambah semangatku hari ini, aku akan berusaha menampilkan
yang terbaik untuk mamah, terlebih untuk papah.
“bagslah, lebih
cepat lebih baik. Buktikan kepada papah apa yang kamu dapatkan selama kurang
lebih setahun disini.” Ungkap papah kepadaku.
Masih tak ada yang
berubah dari sikap papah kepadaku, tak apalah. Memang tak ada yang bisa
disalahkan, aku takkan berhenti dan sampai kapanpun aku tetap mencintai papah
tak ada sedikitpun kebencian dibenakku kepada papah.
Ada rasa kaku,
dingin bahkan bimbang. Rasanya bercampur aduk seakan langkah kakiku tak
menapaki lantai, aku tahu inilah yang dinamakan dengan perasaan gugup. Karena
ini perform pertama kaliku, didepan papah sama mamah, dan masih banyak
orang-orang disekitaran ku yang akan menikmati lantunan biola yang nantinya
akan ku mainkan. Sudah terdengar gaduh suara audien didekat panggung didalam
auditorium yayasan itu. Karena banyak pula para orang tua yang hadir untuk
menyaksikan penampilan putra putri mereka. Akan banyak gelaran yang akan
ditampilkan oleh beberapa murid tuna netra diauditorium nantinya. Ada yang
menampilkan permainan gitarnya, drum, suling, lantunan suara merdu dalam
bernyanyi dan pembacaan puisi, bahkan tak sedikit yang memainkan biola seperti
aku.
Suara MC formal
untuk acara pergelaran seni mulai ku dengar,
jelang beberapa menit hingga beberapa jam kemudian setelah pembukaan dan
sambutan yang disampaikan oleh pimpinan yayasan berakhir. Mulailah berganti MC
non formal untuk memandu acara kegiatan inti pertunjukan. Perasaan panic dan
khawatir itu semakin menjadi-jadi hingga membuat perutku terasa mual. Tetapi
aku selalu diberi semangat oleh mamah, tanganku digenggam erat oleh mamah dan
mamah selalu membisikkan ditelinga ku “nak, keyla gak boleh takut yakinkan diri
keyla bahwa keyla pantas berdiri dipanggung itu dan memainkan biola dengan
alunan yang merdu dan bisa menghibur seluruh audien disini, percayalah sama
mamah.” Semangat itu lah yang mulai memacu ku untuk mengurangi kegugupan tersebut.
Memang aku buta mata, namun aku tidak buta hati nurani. Walaupun dalam keadaan
tak bisa melihat siapapun dan ada berapa banyak audien yang berada di
auditorium itu aku tetap bisa merasakan layaknya orang normal lainnya, seakan
kegugupan ini terjadi karena melihat begitu banyak audien dan hanya takut tak
mampu mempersembahkan yang terbaik itu saja, takut papah kecewa perasaan inlah
yang paling menakutkan dari apapun didunia ini.
Telah banyak
penampilan-penampilan yang dipersembahkan para murid, aku mendengarkan banyak
kebanggaan yang dilontarkan oleh audien tentang penampilan-penampilan itu,
sorak sorai suara tepuk tangan jugalah sebagai pendukung kemeriahan itu. Hingga
tiba saatnya giliran penampilanku, aku berjalan dituntun oleh seorang untuk
naik keatas panggung. Saat aku berada diatas panggung, aku berdiri didapn mic
yang disediakan oleh MC. Aku mulai mengungkapkan beberapa kata sebelum memulai
permainanku. “terima kasih ku ucapkan kepada seluruh audien yang hadir pada
acara pergelaran seni hari ini, terima kasih banyak pula lah selalu ku
ungkapkan kepada ibu widya dan mr heru yang tak pernah lelahnya untuk
membimbingku dalam berproses hingga bisa berdiri tegak dipanggung ini. Dan
teakhir ku ucapkan terima kasih ku kepada kedua orang tua ku yang telah menyempatkan
diri untuk menyaksikan penampilanku hari ini. mah, keyla sangat sayang sama
mamah, kata-kata terima kasih belum berarti apa-apa dibandingkan dengan
pengorbanan mamah selama ini dalam mengurusku. Dan teruntuk papah yang sangat
keyla hormati, maafkan keyla karena tak bisa membanggakan papah seperti
anak-anak pada umumnya. Tapi dengan penampilan ini keyla akan berusaha untuk
menampilkan yang terbaik khusus teruntuk papah tercinta.” Aku terdiam beberapa
detik setelah itu, bahkan tak ada suarapun yang ku dengar, hanya keheningan.
Pelan-pelan ku
sentuh dan ku mainkan dengan lembut irama classic biola itu, seakan aku merasa terbawa ke suasana hati yang
sangat damai. Hingga aku dapat merasakan aroma semerbak bunga lavender yang
mewangi ditaman yang sangat luas dan diikuti dengan iringan aliran sungai yang
alami yang berada dihadapanku saat ini. entah rasa bahagia eperti apakah yang
ku nikmati saat ini, sampai-sampai aku tidak merasakan kegugupan itu lagi.
Terhitung 15 menit lamanya aku memainkan biola itu, finish. Aku mendengarkan
teriakan dan tepuk tangan yang sangat meriah dari audien seakan aku baru
tersadar dari mimpi panjangku. Tidak lama kemudian aku dipeluk erat mamah
diatas panggung tersebut dan aku tidak menyangka getaran irama yang ku mainkan bisa
menghipnotis para pendegar dan membuat papah berlinang air mata bahagia. Ada
ucapan yang tak pernah ku dengar sebelumnya. “papah bangga, papah akhirnya tahu
keyla berbakat, Keyla anak yang cerdas. Maaf kan papah yang terlalu keras
kepadamu nak.” Ungkap nya kepada ku. Hatiku semakin tersentuh dan entha bahagia
macam apa ini, belum pernah kurasakan sebelumnya. “didalam hatiku meminta
“dekap keyla pah, peluk keyla.” Namun sayangnya itu semua hanya terucap
dihatiku, lidah ku kelu untuk mengucapkannya didepan papah. ya sudah lah, itu
bukanlah hal terpenting saat ini karena yang paling penting aku tahu taka da
perjuangan yang sia-sia. Mamah memelukku erat, sementara papah berdiri
disampingku sambil dan kedua tangannya memegang pundakku.
Setelah acara
pertunjukkan itu selesai, aku mengajak papah sama mamah untuk duduk ditaman
samping asrama yang menurutku hanya tempat inilah yang paling damai dan mampu
mebuatku berinspirasi dan melambungkan jauh anganku hingga ke atas langit ke
upuk barat. Disini lah keakraban yang paling kurindukan tercipta. Aku duduk
dikursi panjang ditaman itu aku ditengah antara papah dan mamah. Aku bercerita
banyak hal tentang pengalaman-penagalaman ku selama di yayasan ini. hingga pada
akhirnya kedua orang tua ku harus segera pulang karena masih banyak kesibukan
yang harus diselesaikan. Pikirku mungkin seminggu, sebulan ataukah harus
setahun lamanya lagi aku baru bisa berjumpa dan duduk bersama kedua orang tua
ku. Tetapi apapun itu aku mulai lega dengan keajaiban hari ini. Terima kasih
Tuhan atas karunia Mu untukku kemarin, hari ini dan lusa yang masih menjadi
misteri untukku.
Seakan harus
melewati ber episode-episode cerita yang harus ku ungkapkan, karena ku tahu
setelah ini masih ada cerita dibalik kebahagiaan ku yang baru saja terjalin harmonis.
Harus melewati beberapa fase kehidupan lagi hingga aku menemukan titik terang
kedamaian sesungguhnya.
Ceritaku belum cukup
sampai disini, karena masih ada moment bahagia mungkin duka yang akan aku
arungi lagi. Biarkan ku ikuti arus yang kan membawaku berlabuh menuju suatu
mukzijat. Tunggu kisah ku selanjutnya yah.. :)
Komentar
Posting Komentar